Etika Jual Beli Seorang Ulama

Suatu hari ada seorang perempuan yang menawarkan pakaian sutra kepada ulama. “Apakah Anda berkenan membeli pakaian sutra ini?”

“Berapa harganya?” tanya ulama tersebut.


“100 dirham,” jawab perempuan itu.
 

“Pakaian seperti ini bisa dijual lebih tinggi dari 100 dirham,” kata ulama.

Perempuan itu akhirnya menambah 100 dirham lagi hingga menjadi 200 dirham. Tapi, ulama itu berkata harga barang tersebut masih layak dinaikkan lagi. Perempuan itu pun menambah hingga 400 dirham. 

Namun, sekali lagi ulama itu berkata, “Masih ada harga yang lebih baik dari itu?”


“Anda pasti menghina saya,” jawab perempuan tersebut merasa dipermainkan.


“Cobalah Anda mencari seorang yang ahli dalam menaksir harga barang ini. Saya tidak ingin menzalimi Anda,” jawab sang ulama dengan lembut.

Perempuan itu lalu mendatangkan seorang juru taksir harga barang. Ulama tersebut segera meminta dia untuk menaksir harga barang yang ditawarkan perempuan itu. Juru taksir kemudian menaksir harga barangnya dengan harga 500 dirham. Akhirnya, ulama tersebut membeli pakaian sutra itu dengan harga 500 dirham.

Masyaallah. Ada pembeli yang tidak mau merugikan penjual seperti itu. Siapakah ulama tersebut? Beliau adalah Imam Abu Hanifah. Seorang ulama kaya, namun sederhana dan sangat wara' (menjaga diri dari perkara haram dan syubhat). 

Saat ini, banyak orang yang mengambil kesempatan karena ketidaktahuan seorang penjual atas harga barangnya. Mengambil keuntungan sebanyak-banyak untuk dirinya sendiri. Semoga kita bisa mengambil hikmah dari riwayat Imam Abu Hanifah ketika bertransaksi jual beli. (berbagai sumber dengan beberapa perubahan)




https://dpu-daaruttauhiid.org/web/article/detail/Etika-Jual-Beli-Seorang-Ulama