Mengurai Kebaikan dalam Takdir Allah

Rasulullah saw bersabda: “Aku mengagumi seorang mukmin karena selalu ada kebaikan dalam setiap urusannya. Jika ia mendapatkan kesenangan, ia bersyukur kepada Allah, sehingga di dalamnya ada kebaikan. Jika ditimpa musibah, ia berserah diri (dan menjalankan dengan sabar) bahwa di dalamnya ada kebaikan pula. (HR. Muslim).
 
Pertama kali manusia dilahirkan di dunia ini, apa pun yang terjadi padanya sudah tertulis di dalam kitablauh mahfuz. Bahagia, sedih, tertawa, menangis, musibah yang menimpa manusia telah ditetapkan oleh Allah SWT. Jika kita menyakini hal tersebut, kita tidak akan berlebihan ketika menghadapi sesuatu.
 
Ketika seseorang bahagia karena mendapatkan nilai tinggi dalam ujian, maka dia bersyukur memuji Allah karena diberi kemudahan melaksanakan ujian tersebut. Sebaliknya, bila seseorang bersedih karena keluarga dekat ada yang meninggal, maka dia bersabar karena semua adalah milik Allah. Setiap saat Allah berhak mengambil milik-Nya.
 
Mereka tahu kalau semua kejadian telah ada ketetapannya dan sudah diukur oleh Allah. Berbahagialah bila kita dikaruniai Allah bisa mengambil hikmah dalam setiap takdir-Nya. Tidak ada yang sia-sia, tidak ada yang meleset, dan tidak ada yang tertukar.
 
Sikap Seorang Hamba
Apabila menganggap Allah tidak adil ketika ada keinginan kita yang belum terkabul, atau Allah terlambat menolong, itu hal terbodoh untuk dilakukan. Mengapa? Karena Allah pasti akan menolong hamba-Nya pada saat yang tepat, sehingga kita menjadi bersyukur kepada Allah dengan skenario-Nya. Allah berfirman:“… boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah mengetahui sedangakan kamu tidak mengetahui.” (QS. al-Baqarah [2]: 216).
 
Sadarilah tugas kita adalah taat dan menjauhi larangan-Nya. Namun, kebanyakan kita kurang bersabar dalam ketaatan kepada Allah. Sehingga kita terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan, yang mana hal tersebut justru menjadi hijab kita kepada Allah. Sedangkan Allah menyukai hamba-Nya yang bersungguh-sungguh menaati-Nya. Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Semakin besar keinginanmu untuk berbuat dosa, semakin besar pula pahalamu jika kamu meninggalkannya.”
 
Setiap orang pasti berbeda ujian hidupnya, dan berbeda pula takdirnya. Setiap orang juga berbeda-beda cara pandangnya dalam menghadapi ujian atau takdir yang menimpanya. Orang yang memiliki iman, ia menghadapkan semuanya kepada Allah. Ketika terjadi kesenangan atau musibah, ia mengadu dan meminta petunjuk kepada-Nya.
 
Berprasangka baik kepada Allah dengan apa yang terjadi. Karena hakikatnya kejadian tersebut untuk menguji iman seorang hamba. Apakah hamba itu akan datang kepada-Nya, atau justru datang kepada selain-Nya. Dengan kejadian yang dialami, apakah ia semakin yakin, atau sebaliknya semakin menjauh dari Allah.
 
Takdir Allah Pasti Baik
Tidak perlu iri atau dengki kepada orang lain yang lebih sukses, pintar atau kaya. Ada kebaikan dalam setiap perbedaan takdir. Kebaikan yang seseorang lakukan, sekecil apa pun pasti akan dibalas dengan sempurna oleh Allah. Bahkan, ketika seorang hamba baru berniat melakukan kebaikan dan tidak jadi melakukannya, Allah mencatatnya sebagai satu kebaikan.
 
Apa pun yang Allah takdirkan untuk hamba-Nya pasti baik. Allah tidak akan memberi ujian di luar kesanggupan hamba-Nya. Dalam setiap ujian pasti ada jawabannya. Tersimpan banyak hikmah dalam setiap ujian hidup, baik senang atau pun sedih. Jangan pernah terbersit dalam hati dan pikiran untuk berputus asa dari rahmat Allah SWT. Dalam surah al-Insyirah [94]: 5-6, Allah berfirman: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan adan kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.”
 
Yakinlah takdir apa pun yang terjadi pada seorang mukmin pasti baik. Karena ia yakin Rabbnya lebih mencintainya daripada dirinya sendiri. Allah lebih tahu tentang dirinya. Dan Allah tidak akan menzalimi hamba-Nya. (Darwati)


https://dpu-daaruttauhiid.org/web/article/detail/Mengurai-Kebaikan-dalam-Takdir-Allah